Ny. Hj. 'Aisyah Syatori (1943-2001 M)

MIIS.jpg


Salah satu dari sifat Mimi (panggilan akrab Nyai Hj. 'Aisyah) adalah beliau sangat menghormati tamunya, Mimi tidak segan-segan menyuguhi tamunya sendiri dan memasakkan makanan untuk tamunya. Banyak orang yang menceritakan sangat senang bertamu kepadanya karena disambut dengan ramah dan mereka merasa sangat dihormati oleh beliau.

'Aisyah kecil mempunyai banyak saudara kandung perempuan dan satu saudara kandung laki-laki, yaitu:

1. Nyai Hj. Chunainah Syathori yang diperistri oleh KH. Baedlowi yang masih menetap di Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Arjawinangun.

2. Nyai Salma Syathori yang menikah dengan K. Muhammad Asyrofuddin yang masih menetap di Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Arjawinangun.

3. Nyai Hj. Durroh Syathori yang menikah dengan KH. Mahfudz Thoha yang awalnya tinggal di Pondok Pesantren Daarul Qur'an, Jambi dan sekarang pulang kembali ke Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Arjawinangun.

4. Nyai Hj. 'Izzah Syathori yang diperistri oleh KH. Muhammad Fuad Amin yang berdiam di Pondok Pesantren BAPENPORI, Babakan - Ciwaringin.

5. KH. Ibnu 'Ubaidillah Syathori yang telah memperistri Nyai Hj. Fuadiyah dari Subang dan menetap di Pondok Pesantren Daarut Tauhid, Arjawinangun.

Masa kecil Nyai 'Aisyah dihabiskan di Arjawinangun dalam fase periode politik yang kacau balau yang merupakan masa transisi dari zaman kolonial menjadi zaman kemerdekaan, sehingga kerap kali 'Aisyah kecil beserta ayah bundanya harus berpindah-pindah tempat untuk evakuasi dan menyelamatkan diri dari kejaran tentara Jepang, baik ke Arjawinangun, Gintung, Galagamba dan wilayah lain di sekitarnya. Kepindahan ini tentunya disertai dengan efek bawaan dari ketiadaan bahan pangan dan bekal hidup sehingga sering kali mereka sekeluarga memakan umbi-umbian liar dan berkemah di padang perkebunan. Masa itu beliau lalui sampai umur 6 tahun.

Usia 9 tahun, pada saat masih duduk di SR, Nyai 'Aisyah dipinang oleh KH. Umar Sholeh. Pada masa itu beliau sama sekali belum mengerti akan arti sebuah hubungan pemikahan ataupun pinangan, sehingga ketika KH. Umar Sholeh berkunjung untuk silaturohim, ia masih asyik saja bermain-main dengan rekan-rekan sebayanya. Setelah tamat SR, ayahandanya mendaftarkan beliau pada kursus menjahit dan bordir. Setiap selesai membantu ibundanya, beliau bersama kakak adiknya berangkat pergi kursus bersama-sama. Memasuki usia remaja, 'Aisyah remaja mulai mengerti dan memahami apa arti dan kewajiban sebuah hubungan pertunangan dan pernikahan, sehingga karena belum siapnya beliau untuk menikah, bila ada salah satu keluarga dari Kempek yang datang berkunjung beliau selalu merasa ketakutan dan lari ke kamar dan tak mau keluar atau pergi main sampai sore, sehingga seringkali ibundanya menitipkan makanan kepada para santri atau teman-teman sepermainannya sambil membujuk beliau untuk segera pulang ke rumah.

Nyai Hj. 'Aisyah secara resmi menjadi istri KH. Umar Sholeh pada sekitar tahun 1956 di usia beliau yang ke-13 tahun. Setelah empat tahun menjalani kehidupan rumah tangga dengan lika-likunya, beliau melahirkan seorang putra pertama pada tanggal 23 September 1960 di Arjawinangun. Semenjak menikah, kegiatan pengajian Pondok Pesantren Kempek di pindahkan ke Arjawinangun, sehingga banyak santri Kempek yang laju (berjalan pulang pergi untuk mengaji) dengan jalan kaki atau naik sepeda dari Kempek ke Arjawinangun. Kegiatan ini antara lain dilakukan oleh KH. Amin Mubarok dari Kertasemaya, Indramayu (sebagaimana penuturan langsung dari beliau).

Karena keadaan saat itu benar-benar membutuhkan kehadiran KH. Umar Sholeh agar para santrinya tidak lagi pulang pergi dengan jalan kaki, akhirnya pada tanggal 1 April 1963 yang bertepatan dengan Hari Raya 'ldul Adha 1382 H. Setelah menyapih putra tunggalnya, KH. Umar Sholeh sowan dan minta izin matur pindah pada KH. Syathori untuk kembali ke Kempek dengan membawa anak dan istrinya. Dengan berkendaraan andong, semua keluarga Arjawinangun bersama-sama mengantarkan kepindahan keluarga kecil tersebut. Setibanya di Kempek, keluarga ini menempati rumah peninggalan KH. Harun bersama adiknya Nyai Sukainah yang juga telah berkeluarga sebelum akhirnya sekitar tahun 1970-an beliau dibuatkan sebuah rumah kecil dengan dua kamar tidur, satu kamar untuk keluarganya dan satu kamar lagi untuk para santrinya, disebelah timur dari rumah tersebut (sekarang menjadi dalem Wetan).

Dengan demikian mulailah perkembangan Pondok Pesantren Kempek dengan kembalinya KH. Umar Sholeh. Rumah kecil yang beliau bangun tersebut kemudian makin berkembang dan bertambah lebar seiring dengan pesatnya jumlah santri, khususnya santri putri yang mukim di pesantren tersebut. Sehingga rumah mungil dua kamar merupakan cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Putri Kempek yang terus berkembang sampai sekarang. Di mana berkat rasa asah, asih dan asuh KH. Umar Sholeh beserta Nyai Hj. 'Aisyah Syathori, semakin berduyun-duyun putri-putri dari berbagai daerah untuk mesantren di Kempek.

Salah satu sifat yang patut menjadi tauladan bagi para santriwati adalah sifat Mimi yang apikan (bahasa Arabnya 'Iffah) tidak suka sesuatupun yang kotor atau kurang rapih dan selalu berpakaian rapih dengan kerudung yang rapat menutup seluruh rambutnya sampai tidak ada sehelai rambutpun yang kelihatan, padahal beliau berambut panjang. Beliau juga terkenal dengan seorang yang merakyat dan selalu turun langsung ke lapangan sehingga dalam acara apapun beliau tidak segan-segan untuk berkotor ria dengan para pekerja, baik di dapur maupun di sawah, untuk membimbing dan mengarahkan serta menyemangati mereka. Sering pula beliau masak sendiri untuk makanan para pengobeng sementara mereka menyiapkan konsumsi untuk para tamu pada acara khataman.

Mimi mempunyai sifat yang sangat pemaaf, seperti halnya ketika ada orang yang disuruh menjual perhiasannya kemudian orang tersebut menggadaikannya kepada orang lain terlebih dahulu tanpa sepengetahuannya, dan pada akhirnya Mimi mengetahui hal itu, beliau tidak marah atas perbuatan orang tersebut malah orang tersebut meminta maaf kepadanya karena tidak memenuhi amanahnya dengan baik tetapi menggadaikannya terlebih dahulu, karena orang itu sangat membutuhkan uang, beliau memakluminya dan memaafkannya.

Ny.Hj. 'Aisyah Syatori merupakan sosok yang sangat keibuan. Hal ini bisa dirasakan semua orang tidak hanya oleh keluarganya saja tapi oleh santri-santrinya juga para wali santri, beliau sangat menyukai anak kecil sehingga keponakan-keponakannya sangat dekat sekali kepadanya, Mimi sangat perhatian terhadap semua orang. Kasih sayang beliau yang tulus ikhlas kepada semuanya menyebabkan mereka sangat kehilangan ketika beliau wafat, bahkan ada yang menceritakan rasa kehilangan tersebut melebihi rasa kehilangan terhadap orang tuanya sendiri.

Cuplikan peristiwa-peristiwa tersebut adalah gambaran nyata betapa banyak amal sholeh yang telah beliau tebarkan dan bisa kita jadikan sebagai suri tauladan yang baik. Pesan moral dan perilaku hidup beliau sangat patut dijadikan pedoman untuk keberhasilan semua santri-santrinya dalam kehidupan. Walid sering berpesan "Ojo Dumehl!" (Jangan mumpung) dan Mimi senantiasa berpesan "Jagalah auratmu wahai kaum perempuan'!!" Semoga semua itu bisa menjadi cermin bagi kebaikan untuk kita semua. Aamiin...


Artikel terkait:
:arrow:Sejarah Pondok Pesantren Kempek Gempol Cirebon Jawa Barat
:arrow:KH. Muhammad Nawawi Umar | Pengasuh Pondok Pesantren Kempek
:arrow:Ny. Hj. 'Afwah Mumtazah, M.PdI | Pengasuh Pondok Pesantren Putri Kempek
:arrow:Album Foto Pondok Pesantren Kempek Putri 2013
:arrow:Album Foto Asrama Putra Pondok Pesantren Kempek 2013

FANSPAGE FACEBOOK Pondok Pesantren Kempek

Sumber mtsnukempek.blogspot.com

Disunting oleh Shuichi Akai As-Syakoer

Komentar

  1. Ummi, semoga akhlak Engkau yang mulia itu dicontoh oleh generasi sekarang :)

    BalasHapus
  2. kun.pagi gan.jgn lpa mampir ya http://rizqprayogo.mywapblog.com/

    BalasHapus
  3. nyimak aja gan,ditunggu kunbalnya.

    BalasHapus
  4. kunjunganmalam gan,
    Mampir di gubug ane..

    BalasHapus
  5. assalamualaikum sobat syuichi assyakoer.
    Wah beruntung dong kamu dekat ny hj. Aisyah syatori sering disuguhi makanan kalo gitu.:D

    BalasHapus

Posting Komentar